Berangkat jihad aksi bela Islam 3 0212 di Jakarta |
Aksi Bela Islam III yang akan dilaksanakan pada Jum'at (02/12/2016) di Taman Monas Jakarta merupakan kelanjutan dari aksi-aksi sebelumnya. Gerakan massa umat Islam yang dimotori oleh GNPF-MUI (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI) pada 04 November yang lalu sukses memobilisir ummat dari segenap penjuru negeri dengan melakukan aksi 'long-march' dari Masjid Istiqlal menuju istana presiden secara damai dan tertib. Meski sayangnya, Presiden Jokowi (dengan berbagai macam dalih) enggan menemui massa aksi secara langsung.
Kini, ummat tetap merasakan adanya 'tebang pilih' dalam proses penegakan hukum. Meski status Basuki Tjahaya Purnama selaku Gubernur DKI Jakarta non-aktif telah ditetapkan sebagai tersangka, hal itu tidak diikuti dengan penangkapan sebagaimana kasus penistaan agama pada waktu sebelumnya yang dialami oleh Arswendo Atmowiloto dan Lia Eden. Keduanya dijerat dengan pasal yang sama Pasal 156 KUHP.
Pasal 156 KUHP berbunyi:
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Adapun Pasal 156a menyatakan:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa
Berdasar undang-undang tersebut, ummat Islam berkeyakinan jika penista agama tidak dihukum sesuai aturan berlaku, maka dikhawatirkan justru akan menjadi preseden buruk dimasa yang akan datang termasuk mengancam kebhinekaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Mencermati dinamika kebangsaan tersebut, Persyarikatan Muhammadiyah telah berlaku tegas namun tetap arif dengan mendorong proses hukum yang transparan dan adil. Mengenai berbagai aksi massa bela Islam, Muhammadiyah tidak terlibat secara organisasi namun tidak melarang warganya yang hendak menunaikan hak konstitusionalnya. Hal itu dikarenakan, Muhammadiyah meyakini bahwasannya mengemukakan aspirasi di muka umum telah diatur dan dijamin oleh undang-undang.
Dari Jember, telah berangkat beberapa personal warga Muhammadiyah untuk berpartisipasi dalam aksi bela Islam 3 pada 02 Desember 2016 di Taman Monas. Termasuk diantaranya yakni wakil ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jember, Dima Akhyar.
Berikut bait syair perjuangan bela Islam yang ditulis oleh Dima Akhyar dalam perjalanan menuju Jakarta,
212 adalah kafilah jiwa-jiwa, bergerak sebagai ikhtiar memerdekakan kembali Indonesia
212 adalah kafilah jiwa-jiwa, bergerak untuk mengingatkan bahwa negeri ini masih terjajah
212 adalah kafilah jiwa-jiwa, bergerak untuk ukhuwah dan marwah agama (*)
Aksi bela Islam kali ini mengusung tagline super damai. Oleh karena itu, diharapkan pihak berwenang dari Polri tidak 'over-acting' dengan melakukan pengamanan yang berlebihan serta dituntut lebih mengutamakan penjagaan yang bersifat persuasif dan manusiawi.
Juga, kepada Presiden Jokowi diharapkan pula dapat hadir ditengah jutaan ummat Islam yang berjuang menuntut ditegakkannya keadilan di negeri tercinta ini. ● red/fhr