ilustrasi : visi politik ormas |
Sejarah
kelahiran Ormas, khususnya Islam senantiasa diidentikan dengan
kepentingan dakwah, sosial atau pendidikan. Keberadaannya selalu
“disembunyikan” dari nuansa politis. Padahal setiap kekuatan
kelompok apapun pasti lahir dari sebuah seting sosial yang mendorong
kemudian membentuknya.
Sejarah kelahiran Ormas Islam besar semisal Muhammadiyah, NU dan Persis, senantiasa ditarik pada wilayah dakwah dan selalu mangkir dari wacana politik. Dakwah dimaksud biasanya segala upaya ummat Islam dalam melakukan penyampaian pesan-pesan Islam yang dibarengi dengan berbagai amal nyata, tetapi minus persoalan politik. Politik senantiasa menjadi sebuah wacana yang tabu dan kemunculannya selalu dikebiri dalam kiprah Ormas Islam – dan inilah yang dibangun oleh kekuatan rezim Orde Baru.
Padahal politik dalam wacana keormasan memiliki dua konteks yang sangat penting. Pertama, politik sebagai sarana dakwah. Politik menjadi sangat penting ketika berbicara amar ma’ruf nahyi munkar. Kenapa tidak, bagaimana berjibakunya Ormas Islam menata masyarakat melalui jalur kultural, tetapi pada sisi lain, kebijakan pemerintah dalam waktu sesaat dapat meluluh lantahkannya.
Sejarah kelahiran Ormas Islam besar semisal Muhammadiyah, NU dan Persis, senantiasa ditarik pada wilayah dakwah dan selalu mangkir dari wacana politik. Dakwah dimaksud biasanya segala upaya ummat Islam dalam melakukan penyampaian pesan-pesan Islam yang dibarengi dengan berbagai amal nyata, tetapi minus persoalan politik. Politik senantiasa menjadi sebuah wacana yang tabu dan kemunculannya selalu dikebiri dalam kiprah Ormas Islam – dan inilah yang dibangun oleh kekuatan rezim Orde Baru.
Padahal politik dalam wacana keormasan memiliki dua konteks yang sangat penting. Pertama, politik sebagai sarana dakwah. Politik menjadi sangat penting ketika berbicara amar ma’ruf nahyi munkar. Kenapa tidak, bagaimana berjibakunya Ormas Islam menata masyarakat melalui jalur kultural, tetapi pada sisi lain, kebijakan pemerintah dalam waktu sesaat dapat meluluh lantahkannya.
Kepemimpinan
sudah jelas urusan publik, dan kebijakan kepemimpinan sangat
berpengaruh kepada masyarakat. Baik-tidaknya atau maslahat-tidaknya
sebuah kebijakan, akan sangat ditentukan oleh sejauh mana kualitas
pemimpin. Untuk itulah kenapa pemimpin yang berkualitas, mengerti
urusan ummat dan paham agama itu menjadi sangat penting. Ketika Ormas
Islam berjuang untuk melahirkan sebuah kepemimpinan yang berkualitas
dan paham ilmu agama, apakah itu bukan dakwah?
Kedua, politik sebagai setting sosial. Tidak ada Ormas Islam yang lahir dalam ruang hampa, semuanya lahir dari sebuah kenyataan politik. Baik Muhammadiyah, NU, maupun Persis, semuanya lahir dalam kondisi bangsa sedang dijajah. Pada masa-masa itu rakyat sedang berjuang keras untuk keluar dari ketertindasan.
Kedua, politik sebagai setting sosial. Tidak ada Ormas Islam yang lahir dalam ruang hampa, semuanya lahir dari sebuah kenyataan politik. Baik Muhammadiyah, NU, maupun Persis, semuanya lahir dalam kondisi bangsa sedang dijajah. Pada masa-masa itu rakyat sedang berjuang keras untuk keluar dari ketertindasan.
Setiap
komunitas apapun yang dibangun pada masa-masa itu selalu
bersinggungan dengan sebuah kepentingan politik. Jadi jika Ormas
selalu mengelak dari persinggungan politik pada masa kelahirannya
berarti kemungkinannya ada dua, kalau tidak menafikan sejarah,
berarti Ormas itu telah terlahir kembali dan beda dengan apa yang
dideklarasikan sejak awal.
Disinilah kejujuran sejarah harus dibangun. Membangun kejujuran ini pula harus dibarengi dengan sebuah upaya untuk mengambil inti spirit dari setiap founding father dalam melahirkan Ormas tersebut. Selain pesan dakwah yang menjadi garapan utamanya, para pendiri Ormas Islam selalu menggandengkan kepentingan politik dalam setiap proses dakwahnya. Itulah kenapa banyak tokoh-tokoh Ormas Islam awal yang kemudian terlibat di Masyumi pada masa itu, bahkan NU kemudian menjadi partai tersendiri.
Disinilah kejujuran sejarah harus dibangun. Membangun kejujuran ini pula harus dibarengi dengan sebuah upaya untuk mengambil inti spirit dari setiap founding father dalam melahirkan Ormas tersebut. Selain pesan dakwah yang menjadi garapan utamanya, para pendiri Ormas Islam selalu menggandengkan kepentingan politik dalam setiap proses dakwahnya. Itulah kenapa banyak tokoh-tokoh Ormas Islam awal yang kemudian terlibat di Masyumi pada masa itu, bahkan NU kemudian menjadi partai tersendiri.
Paling
tidak ini membuktikan bahwa para pendiri Ormas Islam menganggap
penting sebuah kepemimpinan. Mereka berjuang, dalam konteks dakwah,
untuk memelihara negara ini salah satunya dengan cara menggawangi
posisi kepemimpinan. Spirit untuk selalu membangun kepemimpinan yang
berkualitas inilah yang kemudian menjadi bagian dari proses dakwah
yang juga mesti diwariskan pada para pengendali Ormas Islam hari
ini.
Yang menjadi persoalan, ketika berbicara tentang politik atau kepemimpinan, banyak orang langsung menghubungkannya dengan Partai Politik. Parpol sebenarnya hanya salah satu instrumen politik dalam upaya membangun demokrasi dan menata masa depan bangsa. Masih banyak instrumen yang dapat dijadikan pijakan untuk berperan dalam mengisi demokrasi.
Yang menjadi persoalan, ketika berbicara tentang politik atau kepemimpinan, banyak orang langsung menghubungkannya dengan Partai Politik. Parpol sebenarnya hanya salah satu instrumen politik dalam upaya membangun demokrasi dan menata masa depan bangsa. Masih banyak instrumen yang dapat dijadikan pijakan untuk berperan dalam mengisi demokrasi.
Ormas
bagaimanapun merupakan kekuatan yang tidak kalah pentingnya dalam
memainkan manuver politik di berbagai lini. ABRI (kini TNI dan Polri)
dari dulu selalu menjadi bagian penting dalam proses pengambilan
kebijakan bagi pemimpin pemerintah, bahkan pada banyak kasus, para
pemimpin pada masa Soeharto (sebagian pada masa kini) merasa tidak
sempurna kalau bukan dari ABRI. Padahal sebagai mafhum bersama, ABRI
atau TNI dan Polri bukanlah Parpol. Pertanyaannya mengapa ABRI atau
TNI begitu dipertimbangkan dalam kepemimpinan dan proses pengambilan
kebijakan?
Peluang itu semakin terbuka lebar. Jika para pemimpin Ormas baik di tingkat pusat maupun di berbagai daerah menyadari pentingnya kepemimpinan, pasti akan memanfaatkan momentum Pilkada langsung ini sebagai jalan masuk untuk memberikan kontribusi dalam membangun kualitas demokrasi. Betapa pentingnya kepemimpinan hingga Nabi mengajarkan di antara tiga orang yang bepergian harus mengangkat satu orang sebagai pemimpin. Angkatlah diantaranya satu orang yang dianggap tahu dan adil untuk menjadi pemimpin dalam setiap perjalanan.
Kemudian logika apa jika ajaran agama ini kemudian direduksi menjadi sebuah sikap yang sangat tidak acuh terhadap kemepimpinan. Dakwah yang dilakukan dirasa belum sempurna jika belum menyentuh sisi-sisi kepemimpinan. Mengapa penting, sebab antara jalur kultural dan struktural dalam dakwah tidak ada dikotomi, keduanya harus sinergi, keduanya sangat penting.
Kesadaran inilah yang kemudian harus diaplikasikan dalam sebuah rumusan strategis, bagaimana rambu-rambu Ormas Islam misalnya ketika akan memperjuangkan sebuah kepemimpinan. Tentu saja berbeda fungsi dengan Parpol, tetapi lagi-lagi Ormas dapat diperhitungkan dan menjadi penentu jika memaksimalkan potensinya.
Peluang itu semakin terbuka lebar. Jika para pemimpin Ormas baik di tingkat pusat maupun di berbagai daerah menyadari pentingnya kepemimpinan, pasti akan memanfaatkan momentum Pilkada langsung ini sebagai jalan masuk untuk memberikan kontribusi dalam membangun kualitas demokrasi. Betapa pentingnya kepemimpinan hingga Nabi mengajarkan di antara tiga orang yang bepergian harus mengangkat satu orang sebagai pemimpin. Angkatlah diantaranya satu orang yang dianggap tahu dan adil untuk menjadi pemimpin dalam setiap perjalanan.
Kemudian logika apa jika ajaran agama ini kemudian direduksi menjadi sebuah sikap yang sangat tidak acuh terhadap kemepimpinan. Dakwah yang dilakukan dirasa belum sempurna jika belum menyentuh sisi-sisi kepemimpinan. Mengapa penting, sebab antara jalur kultural dan struktural dalam dakwah tidak ada dikotomi, keduanya harus sinergi, keduanya sangat penting.
Kesadaran inilah yang kemudian harus diaplikasikan dalam sebuah rumusan strategis, bagaimana rambu-rambu Ormas Islam misalnya ketika akan memperjuangkan sebuah kepemimpinan. Tentu saja berbeda fungsi dengan Parpol, tetapi lagi-lagi Ormas dapat diperhitungkan dan menjadi penentu jika memaksimalkan potensinya.
Jadi
ke depan, jangan ada ceritera kalau Ormas hanya bisa “berdagang”
jumlah ummat kemudian ditawarkan kepada orang-orang tertentu yang
dianggap memiliki materi lebih dengan harapan akan memberi imbalan
berupa dana atau dipermudah urusan-urusan tertentu. Padahal calon
yang “membeli” suara Ormas belum tentu adil dan belum jelas
komitmen keummatannya.
Oleh : Roni Tabronoi (Wakil Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Jawa barat)