fitrotul mufaridah, hadir sebagai muslimah aktivis sekaligus ibu bagi putranya |
Sebagai seorang perempuan aktivis, diawali dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sejak kuliah, dilanjutkan di NA (Nasyiatul Aisyiyah) dan saat ini aktif dalam Organisasi Da’wah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Aisyiyah kabupaten Jember.
Kesehariannya, dalam menjalankan aktivitas di rumah dan di lingkungan kerja, Ia dikenal sebagai figur yang cukup sabar dan telaten, namun juga tegas dan disiplin.
Kesibukannya di kampus dan berorganisasi tidak menjadikan ia lupa sebagai tugas utama sebagai seorang ibu. Dimana tugas utama dari seorang ibu adalah untuk mendidik anak.
Ia menjadikan aktivitas di rumah sebagai proses pendidikan bagi anak. Mulai dari aktifitas ibadah mahdhoh sampai pada aktifitas mu’amalah rutin di rumah, ia hadirkan sebagai bentuk ibadah untuk mendidik anak. Mulai dari ketepatan waktu dalam mengerjakan sholat, kerutinan dalam membaca dan menghafal al-qur’an, belajar dan diskusi pelajaran yang disenangi maupun yang tidak, hingga hal yang tampak sepele seperti latihan melipat baju.
Berbagai proses pendidikan yang ia lakukan sebagai amalan dari nasehat, “Al Ummu Al Madrasatu Al Ula”, ibu itu adalah sekolah yang pertama dan utama bagi anaknya.
Memahami proses pendidikan tersebut, Fitrotul Mufaridah berkeyakinan bahwa apapun yang dikerjakan dan diucapkan selama di rumah, akan menjadi sumber belajar buat anak. Ketika kita menjadi sumber belajar yang baik, kemungkinan besarnya dia akan meniru kebaikan tersebut, meskipun tidak saat itu juga. Begitu pula sebaliknya, ketika kita menjadi sumber belajar yang buruk, maka anak kita pun kemungkinan besar akan meniru keburukan tersebut.
Juga, aktivitas di tempat kerja ia fungsikan sebagai sarana untuk mendidik anak, baik anak sendiri maupun anak didik. Berbagai hal ia upayakan untuk bisa hadir dalam menemani anak-anak belajar, tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga mendidik dengan hati.
Menjadi lebih terbuka dan nyaman dalam berbagi bersama mahasiswa, baik terkait dengan keilmuan, keagamaan, keorganisasian, dan hal lainnya. Pengaktualisasian diri dalam berbagai aktivitas di kampus tersebut tentunya menjadi cermin tentang bagaimana menjalankan amanah kerja, dan bagaimana menjadi guru bagi muridnya.
Tidak hanya sebatas di rumah dan kampus, aktivitas di organisasi pun menjadi sarana ibadah yang menyenangkan untuk menjalankan tugas sebagai ibu dalam mendidik putranya. Dari desa hingga kota, dari pengajian satu kelompok kecil hingga pengajian gabungan, ia menjadikan momen pendidikan bagi putranya untuk dapat terlibat secara langsung melihat bagaimana sosok ibunya berproses dalam masyarakat.
Performansinya ketika berceramah atau bicara pada sebuah forum ia yakini akan menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi putranya kelak, minimal meniru keberanian memegang microphone ketika berada di depan audien. Itulah kurang lebihnya cara ia menfungsikan rumah, tempat kerja, dan organisasi sebagai tempat untuk mendidik generasi ke depan yang lebih baik.
Sibuk menjadi muslimah aktifis yang juga menyadari sebagai insan biasa, ia meyakini pastilah tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Akan tetapi, setidaknya ikhtiar yang telah dilakukan untuk menyiapkan generasi terdidik dimasa yang akan datang cukup menginspirasi setiap ibu yang memilih untuk berkarir maupun aktif di medan dakwah. Wallahu'alam. (*)
foto Fitrotul Mufaridah for Jembermu
editor Fahrudin R.