Revolusi Dakwah Berkemajuan: Sebuah Tinjauan Normatif |
Perkembangan yang luar biasa pada teknologi informasi dan komunikasi memberi dampak hampir keseluruh bidang kehidupan. Sebagai contoh apa yang didiskusikan dan diputuskan organisasi dalam sebuah event, langsung bisa diketahui oleh siapapun. Seperti halnya hasil muktamar muhammadiyah di Makassar dapat diketahui oleh anggota Muhammadiyah yang ada di Jember, melalui media online, live streaming, dan seterusnya.
Jauh dari bayangan kita 10 atau 15 tahun yang lalu, hasilnya baru dapat kita ketahui setelah ada sosialisasi dari pimpinan pusat ke pimpinan wilayah, pimpinan wilayah ke pimpinan daerah, pimpinan daerah ke cabang terakrir ke pimpinan ranting. Tidak cukup disitu, kadang persepsi penerima pesan tidak sama dengan maksud atau substansi keputusan yang disosialisasikan, jadi sangat wajar jaringan organisai bergerak secara konvensional.
Pengajian kini sudah digantikan dengan "pengajian gaya baru". Pengajian konvensional dalam artian ada pembicara bertemu langsung dengan audiens. Tentu metode ini masih dibutuhkan, karena mendengar langsung disatu tempat yang sama "chemistry" antara audiens dan pembicara lebih dekat. Menjadi berbeda ketika suatu saat penulis bertanya ke salah satu teman peserta pengajian rutin tahunan PWM jawa timur, tentang apa detail yang dikaji di pengajian yang diadakan di Dome Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.
Ternyata, teman tersebut hanya dapat menjelaskan sebagiannya saja, beliau menyampaikan tidak semuanya bisa ditangkap dengan baik, karena berada di tribun atau balkon dome, sehingga kadangkala suara sound tidak jelas serta keterbatasan lainnya. Penulis sendiri yang tidak mengikuti kegiatan tersebut dapat mengikuti "pengajian gaya baru" tersebut serta tidak melewatkan satu materipun melalui media TVMUH.
Fenomena itu, terlalu dini memang penulis menyampaikan bahwa dakwah dengan metode konvensional yaitu dai bertemu langsung dengan audiens sudah kurang atau bahkanj tidak relevans, tentu sangat penting bahkan perlu dilestarikan. Disisi lain tentu saja Muhammadiyah harus mengantisipasi dengan menyiapkan SDM (Sumber Daya Manusia) yang menguasai teknologi informasi dan komunikasi.
Termasuk Dai Muhammadiyah harus sudah memulai berdakwah dengan menggunakan teknologi, dakwah melalui lisan disertai dakwah melalui tulisan, Dakwah melalui mimbar disertai dengan dakwah dilapangan, dakwah didepan audiens disertai dengan dakwah didepan kamera dan seterusnya, dengan demikian motto berkemajuan dalam konteks dakwah tetap berjalan.
Sulit memang, tetapi perubahan ketika kita menetapkan Indonesia berkemajuan sebagai tema sentral gerakan abad kedua persyarikatan menjadisuatu keniscayaan, apapun istilah yang kita gunakan untuk berubah tidak terlalu substantif, yang terpenting adalah kemauan kita untuk berubah. Mari berubah!.(*)
ditulis oleh :
Amri Gunasti, ST., MT
Staf Pengajar Univ. Muhammadiyah Jember
MPK PDM Kab. Jember 2015-2020