Dakwah komunitas - Jamaah pengajian majelis ta'lim Al Hasanah |
Dalam
buku “Islam dan Dakwah” (1988) dinyatakan bahwa, dakwah adalah
panggilan atau seruan bagi umat manusia menuju jalan Allah (Q.S.
Yusuf : 108), yaitu jalan menuju Islam (Q.S. Ali Imron : 19). Dakwah
juga sebagai upaya tiap muslim untuk merealisasikan (aktualisasi)
fungsi kerisalahan dan fungsi kerahmatan.
Fungsi kerisalahan dari
dakwah ialah meneruskan tugas Rosululloh (Q.S. Al-Maidah : 67),
menyampaikan dinul Islam kepada seluruh umat manusia (Q.S. Ali Imron
: 104, 110, 114). Sedangkan fungsi kerahmatan berarti uapaya
menjadikan (mengejawantahkan, mengaktualkan, mengoperasionalkan)
Islam sebagai rahmat (penyejahtera, pembahagia, pemecah persoalan)
bagi seluruh manusia (Q.S. Al-Anbiya : 107).1
Komunitas (community)
ialah kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat yang memiliki sifat
atau karakter tertentu yang spesifik.
- Landasan Teologis
Kami
melakukan gerakan pencerahan ini terinspirasi oleh 2 ayat dalam Q.S.
Ali Imron ayat 104 dan 110, yaitu :
ولتكن
منكم امة يدعون الى الخير ويأمرون بالمعروف
وينهون عن المنكر وألئك هم المفلحون
“Dan
hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar.2
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
كنتم
خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف
وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله
“Kamu
(umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
(karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah”.
Serta
anjuran dari hadis nabi Muhammad SAW :
بلغوا
عني ولو أية
“Sampaikanlah
ajaran dariku (Muhammad) meskipun hanya satu ayat”.3
Dari
dalil naqli ini (Al-Qur’an dan Hadis), maka penulis meyakini
beberapa hal, antara lain:
Pertama, Harus ada sekelompok orang yang selalu berdakwah.
Kedua, Kemuliaan seseorang itu manakala ia mengemban dan melaksanakan
dakwah. Ketiga, Dakwah itu tanggung jawab setiap kita dimanapun kita
berada dengan sekecil apapun yang mampu dilakukan dari aktivitas
dakwah tersebut. Oleh karena itu penulis terus melakukan dakwah dan
pencerahan bersinergi dengan istri (Halimatus Sa’diyah, A.Ma.Pd.)
untuk berdakwah dan mewarnai lingkungan dengan warna islam yang
sesungguhnya di tempat dimana kami tinggal.
- Sasaran Dakwah
Sasaran
dakwah ini dilakukan di Lingkungan RT
3 RW 1 Dusun Krasak Kebon Desa Pancakarya Kecamatan Ajung Kabupaten
Jember yang awalnya adalah komunitas “ngerumpi dan rasan-rasan”
dari ibu-ibu tiap pagi sehabis selesai pekerjaan rumah tangga mereka.
Kami berdua melihat bahwa hal itu selain menambah dosa juga tidak
produktif.
Oleh karena itu kami berinisiatif mengajak mereka untuk
ngaji Qur’an bersama di rumah kami (Klinik Keperawatan Akupuntur
Jember) yang sekaligus dijadikan sebagai tempat diskusi. Mereka
kebanyakan adalah kelompok ibu rumah tangga, dan pegawai gudang
tembakau. Awalnya yang ikut hanya 4 orang, lama-kelamaan karena
tertrik mereka saling mengajak tetangga lainnya hingga saat ini
menjadi 13 orang dan tergabung menjadi komunitas Majelis Ta’lim
Al-Hasanah”. Sudah hampir 1 tahun mereka aktif mengkaji Islam tiap
hari Rabu jam 16.00-maghrib. Mereka adalah : Nuryatim,
Insiyati, Eli Irawati, Nurul Muhlisoh, Ismawati Prilia, Dewi
Nurhalimah, Hesti, Jamilatus Sa’diyah, Laila Agiswati, Sheila
Ameliasasty, Sri Wahyuni, Hj. Sulasmi, dan Halimatus Sa’diyah.
Selain itu para bapak-bapak dan remajanya juga kami lakukan sentuhan
dakwah lewat pendekatan media poskamling. Mereka adalah : Boby,
Suyono, H. Saruji, Eko, P. No, To-Minut, P. Adel, Rudi, Doni, dan P.
Se’ul. Hanya saja para remaja tersebut masih agak sulit jika diajak
melakukan kajian rutin tiap minggu seperti yang telah dilakukan oleh
ibu-ibunya, sehingga mereka hanya mendapat sentuhan dakwah saat ada
moment tertentu saja seperti Peringatan Hari besar Islam dan saat
rapat kordinasi saja.
- Karakter Dasar dan Hasil Pencerahan
Corak
dasar komunitas desa pegawai gudang di lingkungan ini adalah :
ibu-ibunya suka kumpul ngerumpi tiap pagi, sering melakukan
ritual-ritual budaya yang tidak ada landasan syar’inya seperti
selametan, syuroan, dan lain-lainnya. selain itu, biasanya para
ibu-ibu pegawai gudang banyak yang terjerat rentenir (mindring) yang
menagihnya tiap hari maupun tiap minggu.
Sementara yang laki-laki
atau remajanya hobinya bermain kartu remi tiap malam mulai jam
20.00-24.00, seakan energi mereka berlebih dan butuh pelampiasan yang
positif. Maka kami mendekati mereka melalui media mengadakan ronda
siskamling. Alhamdulilah berjalan dengan baik hingga diapresiasi oleh
pemerintah desa, pemerintah kecamatan dan aparat keamanan dari unsur
POLSEK setempat.
Bahkan lingkungan kami mendapat penghargaan untuk
disurvey oleh tim POLRES Jember sebagai aktivitas siskamling yang
baik dan solid. Merekalah para remaja yang hobi main kartu remi
pelopornya. Dari kegiatan siskamling ini lantas kami arahkan untuk
pengajian dan melakukan santunan anak yatim serta janda-janda tua
yang ada di sekitar lingkungan. Al-hamdulilah ada 33 anak yatim dan
100 janda tua yang berhasil kita himpun serta disantuni oleh
kepeloporan remaja tersebut setidaknya 2 kali dalam setahun.
Untuk
ibu-ibunya, setelah beberapa kali mengikuti kajian Islam rutin tiap
rabu sore, sudah berani berjilbab dan menutup aurot semua, sudah
mulai berani meninggalkan riba dari mindring, dan sudah mulai
meninggalkan ritual-ritual budaya meskipun perlahan-lahan, karena
akar budaya itu amat kental sejak nenek moyang mereka. Dari mana
kegiatan tersebut mendapat dana ? secara sosial, gerakan dakwah ini
disupport oleh para donatur-donatur terutama dari sahabat-sahabat
aktivis Muhammadiyah.
Selain itu lingkungan kami pernah mendapat
sumbangan dari pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Fakultas
Ilmu Kesehatan UNMUH Jember yang melakukan penyuluhan PHBS (Prilaku
Hidup Bersih dan sehat) pada anak-anak yatim yang dikelola remaja.
Kajian ibu-ibu juga mendapatkan 2 kali hibah internal pengabdian
masyarakat dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UNMUH
Jember (LPPM) serta bersedia menjadi informan untuk diteliti dan
mendapat dana penelitian internal sebanyak satu kali.
Dari situlah
mereka akhirnya makin bersemangat bahwa jika mereka berbuat benar,
maka akan banyak yang membantunya karena Allah meridloi. Mereka juga
tampak lebih semangat lagi setelah diberikan seragam batik untuk
dipakai saat “ngaji” dari uang donatur yang kami kelola.
- Menuju Subtantif Bukan Simbolik
Banyak
orang yang terjebak simbol, bahkan gara-gara simbol seringkali dakwah
pencerahan justru malah tidak berjalan. Idealnya, simbol itu penting
sebagaimana pentingnya subtansi. Namun apabila simbol menjadi sebuah
restriksi dan resistensi, maka membuang simbol dengan menekankan
aspek subtansi itu menjadi pilihan cerdas dalam membangun dakwah
komunitas. Di lingkungan kami, kata Muhammadiyah masih menjadi
alergi.
Masyarakat masih amat mengalami resistensi jika kata
Muhammadiyah didengungkan. Oleh karena itu kami membangun dakwah
tanpa membawa simbol bendera Muhammadiyah maupun Aisiyah, meskipun
sebenarnya para masyarakat tahu betul bahwa kami adalah aktivis
Muhammadiyah.
Memang kami tidak memberi nama gerakan dakwah dan
majelis Ta’lim ini dengan nama Muhammadiyah maupun Aisiyah, namun,
secara subtansi mereka kami berikan materi-materi dari sumber rujukan
primer Muhammadiyah, yaitu mengkaji Himpunan Putusan Tarjih
Muhammadiyah (HPT). Namun yang ditampakkan pada jama’ah adalah
kitab Bulughul
Marom
karya Syeh Ibnu Hajar Al-Asqolani, ditunjang dengan Syarah Kitab
Bulughul Marom tersebut yakni kitab Subulus
Salam
karya Syeh Ash-Shon’ani.
Ditambah referensi sekunder kitab
Bidayatul
Mujtahid karya
Ibnu Rusydi. Selain itu mereka juga diajari langsung merujuk pada
kitab suci Al-Qur’an dan dibantu dengan tafsir Al-Misbah
karya prof. Dr. Quraisy Shihab. Penulis juga membebaskan para jamaah
untuk membaca dan meminjam buku-buku dari perpustakaan pribadi kami.
Para ibu-ibu sangat antusias untuk belajar, bahkan 2 diantara mereka
selalu rutin meminjam buku dan tiap minggu pasti selesai dan ganti
pinjam buku yang lain. 2 ibu tersebut adalah ibu Jamilah dan Ibu
Insiyah, kedua ibu tersebut juga mendapat dukungan dari suami mereka
untuk meminjam dan bertanya masalah agama kepada kami meski
suami-suami mereka belum ikut “ngaji”.
Mereka juga diajari
membaca Al-Qur’an sesuai dengan kaidah Tajwid oleh isteri kami
Halimatus Sa’diyah dan isteri sahabat kami pegawai DEPAG Kabupaten
Jember ibu Nurul Muhlisoh. Kami amat bahagia dengan perkembangan
dakwah di lingkungan kami. Bagi kami ber-Islam tidaklah harus
ber-Muhammadiyah, dan ber-Muhamammadiyah juga tidak harus simbolik
Muhammadiyah.
Meski tidak berbendera Muhammadiyah, namun amaliyah dan
Ubudiyah mereka sudah sesuai dengan Muhammadiyah seperti cara mereka
wudlu, cara mereka sholat, cara mereka bermasyarakat sudah kita
standarkan dengan HPT maupun PHIWM (Panduan Hidup Islami Warga
Muhammadiyah). Beberapa kali teman-teman aktivis Muhammadiyah PCM
Jenggawah mendorong kami untuk dibentuk ranting Muhammadiyah maupun
ranting Aisiyah pada jamaah yang kita rintis.
Penulis masih enggan
karena kuatir jika terikat simbol justru mereka akan lari dan malah
dakwah akan terhenti. Biarlah mereka menjadi pioner Muhammadiyah
Subtansi, daripada terjebak simbolik yang dipersepsi negatif oleh
mereka. Mungkin suatu hari simbol itu akan berkibar di lingkungan
kami setelah aqidah mereka sudah betul-betul kuat.
Hal ini mendapat
dorongan dari Rektor UNMUH Jember Dr. Ir. Muhammad hazmi, D.E.S.S.
bahwa “sebaiknya
pak Idris tetap berdakwah secara lembut, yang penting dibangun dan
diwarnai rasionalitas mereka dulu”.
Hal senada juga diungkapkan oleh salah satu Donatur Dekan FISIPOL
UNMUH Jember ibu Ria angin, M. Si. “yang
penting dakwah islam berjalan dulu pak Idris, simbol Muhammadiyah
menyusul”.
Saat ini kami juga memberdayakan enterpreneur pada mereka, dimana
ibu-ibu membuat kripik, peyek, dan sirup jus markisa dan kami yang
menjualkan kepada para aktivis Muhammadiyah, sementara para
bapak-bapaknya mengembangkan tanaman markisa sebagai suplai bahan
dasarnya. Semoga suatu saat mereka menjadi Muhammadiyah unggulan.
Ditulis oleh Idris Mahmudi, Dosen dan sekretaris LP-AIK Universitas Muhammadiyah Jember.
2
Ma’ruf ialah segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah.
Sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari
Allah. Lihat Al-Qur’an dan terjemahannya, Cordova, Sygma
Publishing, 2012. Jakarta. Hal. 63-64.
3
HR. Ahmad dalam kitabnya Al-Musnad No. 6594.
Hadis ini berasal dari Ibnu Numair, dari Al-Auza’i dan
Abdurrozzaq, dari Hasan Bin Athiyyah, dari Abu Kabsyah, kemudian
dari Abdulloh Bin Amru yang mendengar langsung dari Rosululloh SAW.