Aborsi - ancaman nyata bagi kaum wanita dan masa depan bangsa. ilustrasi: Google |
Bagi sebagian pihak, hal itu (bisa saja) dianggap wajar mengingat saat ini merupakan era keterbukaan. Sebuah zaman dimana setiap orang berhak menerima sekaligus memproduksi informasi (termasuk yang berbahaya dan melanggar norma kehidupan sekalipun).
Menjadi ironis, dimana bertebarannya tips menggugurkan janin tersebut beriringan dengan potensi bisnis haram. Googling misalnya, ketika seseorang pengguna mengetikkan pertanyaan pada search bar dengan kata kunci cara menggugurkan kandungan atau cara menggugurkan janin, maka akan segera muncul daftar tautan menuju halaman web atau blog dengan konten seputar aborsi.
Bukan salah Google yang menyajikan jawaban atas pertanyaan pengguna. Namun yang perlu disoroti disini adalah praktek jual beli obat aborsi online secara bebas tersebut. Bahkan ada pula yang berani menawarkan jasa sebagai klinik aborsi. Meski menyebut diri sebagai pusat klinik aborsi yang legal, pada kenyataannya mereka tidak berani menampilkan nomor ijin legalitas dari pihak berwajib dan berwenang.
Padahal aktivitas menggugurkan kandungan atau janin dengan nama lain aborsi tersebut, di Indonesia dikategorikan sebagai tindak pidana. Baik bagi seorang wanita yang melakukan aborsi sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Diancam dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun (Pasal 346 KUHP). Bahkan berdasar Pasal 194 UU No.36 tahun 2009, pelaku aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah.
Sedangkan bagi pihak yang membantu aktivitas menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita atas persetujuan yang bersangkutan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan (Pasal 348 ayat 1 KUHP).
Jelas, Indonesia sebagai negara hukum mengkategorikan kegiatan menggugurkan kandungan sebagai tindakan kriminal bahkan jika hal itu dilakukan oleh dokter, bidan atau juru obat sekalipun (Pasal 349 KUHP). Kecuali jika memenuhi beberapa ketentuan medis dan sebab lainnya yang diatur dalam Pasal 75 ayat 2 UU No.36 tahun 2009.
Ancaman Nyata
Tentu, aparat penegak hukum tidak bisa berdiam diri melihat fenomena ini. Memang seakan tidak dapat dirasakan secara nyata karena transaksi obat aborsi atau obat-obatan penggugur kandungan tersebut dijual secara online. Hanya orang-orang tertentu -yang mencarinya- yang akan mendapatkannya.
Seseorang tidak akan mendapatkan informasi tentang nomor kontak penjual obat maupun klinik yang menawarkan jasa aborsi jika tidak pernah mencarinya. Atau tidak pernah Googling tentang hal tersebut. Padahal, berada di tengah-tengah kehidupan kita, hal itu sangat mengkhawatirkan masa depan anak bangsa.
Coba simak data berdasar Keyword Planner Tools berikut ini,
Data pencarian via Google seputar kata kunci Aborsi |
Berdasar data tersebut, ambil contoh kata kunci "obat menggugurkan kandungan". Jikapun kita menggunakan asumsi angka rata-rata paling bawah, itu artinya dalam sebulan tidak kurang dari 1K atau seribu orang yang mengetikkan kata kunci tersebut di Google.
Memang, tanggung jawab menjaga keadaban kehidupan bangsa ini tidak hanya berada pada pundak penegak hukum. Sistem kontrol sosial harus bekerja saling sinergis antar lapisan masyarakat. Termasuk ormas Islam dan elemen bangsa lainnya.
Tidak hanya sigap disaat problema tersebut bersinggungan dengan kehidupan politik dan isu terorisme. Penegak hukum dan segenap pihak yang berwenang harus lebih sigap pula mengatasi ancaman kehidupan yang tak kasat mata ini.
Polisi harus bertindak. Dan Kemkominfo pun juga harus rajin "membersihkan" jagat dunia maya dari web perusak kehidupan bermasyarakat tersebut. Kami mendukungmu!.
fahrudin r. | redaktur