Ber-Tuhan itu Niscaya
Opini Islam: Ber-Tuhan Itu Niscaya |
Teisme yang memiliki definisi percaya adanya Tuhan sebagai suatu dzat transenden yang tak tercapai oleh nalar manusia, berkuasa atas segala sesuatu, pencipta alam semesta, dan satu-satunya Dzat yang wajib disembah dan dimintai pertolongan. Tuhan ini harus realistis, dapat memberi manfaat dan mudarat, serta berkuasa terhadap kehidupan dan kematian manusia maupun mahluk lainnya.
Sifat-sifat tersebut tentu saja dapat dipahami melalui kisah Ibrahim AlaihisSalam. Sebagaimana diceritakan Alquran Surat al An’am 76-79. Allah Subhanahuwataala berfirman: "Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, Inilah tuhanku. Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, Aku tidak suka kepada yang terbenam."(76)
"Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, Inilah tuhanku. Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat."(77).
"Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, Inilah tuhanku, ini lebih besar. Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.(78)
"Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik."(79)
Tuhan yang di imani oleh kaum Teisme disetiap jaman sebetulnya sama. Namun apa yang didefinisikan sebagai Tuhan tidak semuanya benar. Sejarah membuktikan satu-satunya Tuhan yang dapat memenuhi segala kriteria itu hanya Allah Subhanahuwata’ala.
Kita lihat bagaimana manusia mencari dan menemukan suatu sosok yang dapat disembah adalah bukti tak terbantahkan bahwa manusia memiliki kerinduan dan keinginan menyembah sesuatu. Dalam kasus ini bisa dipahami jika berhala-berhala, hewan ternak, atau kuburan menjadi objek yang secara sengaja mereka definisikan sebagai Tuhan.
Sementara kaum ateis juga memiliki kecenderungan ini. Kaum ateis yang mengklaim dirinya tidak mempercayai adanya Tuhan sebetulnya juga bertuhan. Loh koq demikian? Karna setiap dia menyatakan tidak bertuhan itu berarti ia memilih tuhan yang lain. Yaitu rasa tuhan yang lain selain yang di-Tuhankan orang yang menurutnya ber-Tuhan.
Sebagai contoh kaum marxis (kajian tentang ini saya yakin akan selalu populer karena terkesan seksi dan peka jaman) yang mengklaim dirinya anti Tuhan. Ia berketetapan hati bahwa Tuhan itu tidak ada. Bahwa alam semesta ada seiring waktu dan berkembang juga seiring sebab akibat berdasarkan waktu tersebut. Artinya alam ini ada dan tercipta dengan sendirinya tanpa sebab sesuatu dzat absolut tertentu. Alam ada karena memang sudah seperti itu adanya dan bukan disebabkan sesuatu sistem atau pola.
Coba lihat, kecenderungan mereka untuk tidak percaya adanya Tuhan secara nyata bertentangan dengan pernyataan itu sendiri. Mereka berikrar bahwa ada suatu Tuhan lainnya yang mereka sebut dengan waktu dan proses yang berjalan dengan sendirinya. Itulah Tuhan mereka. Tuhannya kaum ateis yang megaku tidak bertuhan. Aneh bukan jika kita mengklaim suatu sebab bukan sebab namun disisi lain mengklaim adanya sebab lain.
Maka jika demikian, bisa dikatakan bahwa kaum ateis yang menyebut dirinya tidak percaya kepada Tuhan sesungguhnya mereka berada dalam keraguan. Keraguan inilah yang membuat mereka mengira-ngira apa yang disebut Tuhan itu. Sebagaimana dikabarkan dalam Al quran surat al-Jatsiyyah 24. "Dan mereka berkata, Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa/waktu. Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja."
Praduga yang salah itu coba diluruskan oleh Tuhan dengan mengutus para Nabi dan Rasul kepada manusia. Agar menerangkan kepada manusia yang belum mengenal Tuhan dan menyombongkan diri tersebut. Tugas para Nabi dan Rasul ini semata-mata hanya menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Jika mereka pasrah dan beriman mereka kelak akan dibangkitkan dalam keadaan wajah berseri-seri. Sedangkan bagi mereka yang tidak beriman dan tetap dalam kesesatan akan mendapat azab yang pedih.
Sungguh jika kita mau berpikir keras, maka pasti akan menemukan suatu petunjuk. Petunjuk yang sudah dialami oleh Ibrahim, Musa, dan Muhammad serta nabi-nabi yang lain. Mereka berangkat dari kepapaan akal. Kebodohan ilmu, dan keterbelakangan budaya. Namun memiliki kepasrahan yang sejati.
Maka tidak ada petunjuk yang paling benar selain petunjuk dari Allah, pemilik dan sumber ilmu. Ia akan memberi petunjuk kepada siapapun yang ia kehendaki. "Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tiada Illah selain Aku.” (Al quran surat al-Anbiya’ 25).
Kalbar Zulkarnaen, SE
Anggota LIK PDM Jember