Kholid Ashari, Pemilik Senyum Media Group Jember |
Meski begitu, garis besar hal yang tetap dalam obrolan hangat selalu berkisar mengenai cara masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN), bagaimana cara kuliah sambil kerja, tips menjadi pengusaha, titip anak biar mandiri, titip anak/saudara untuk kerja, bantuan modal untuk usaha, dan pasti saya nerimo proposal pembangunan atau rehab mushola/masjid.
Saya akan coba menulis singkat poin-poin di atas untuk renungan kita bersama, dan mohon maaf versi pendapat dan pengalaman pribadi yang mungkin tidak sama dengan pendapat serta pengalaman pribadi orang lain.
Masuk Perguruan Tinggi Negeri
Cita-cita kuliah di PTN adalah cita-cita sebagian besar anak-anak SMA karena biayanya murah, Mbah Zaenal Abidin ayah saya malah menyarankan ambil lokasi PTN yang jauh dari orangtua, famili, tetangga dan teman. Biar kuliah sambil jadi tukang becakpun atau sebagai buruh tidak ada yang tahu, kalau perlu kuliahlah di luar Jawa selorohnya.
Lulus dari MAN Pekalongan tahun 1985 dengan pe-de mendaftar Teknik Sipil sekaligus Akuntansi Universitas Diponegoro (Undip) dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta, meski gagal alias tidak diterima. Akhirnya setelah gagal merasakan lontang-lantung di Jakarta, Bandung dan terakhir jadi bekerja buruh di pabrik tekstil Texmaco Jaya Pemalang selama 4 bulan.
Tiga bulan jelang SIPENMARU saya berangkat ke Yogyakarta nebeng di kos-kosan Mas Nurkholis ( masih mahasiswa UII ) di Sapen GK45 belakang IAIN Sunan Kalijogo. Saya ikut bimbingan belajar termurah di Yogya berlokasi di dekat Tugu Yogya dengan jalan kaki 3 km pergi pulang, melemaskan otot kaki dan mengurangi pengeluaran. Juga ikut bimbingan belajar gratis dari PMKRI ( Persatuan Mahasiswa Kristen Indonesia ) di Asrama Kolombo, saya ikut belajar setelah mereka berdoa dan pulang sebelum mereka berdoa penutup. Itu hasil nego saya ikut bimbingan gratis, wong tidak disyaratkan harus pelajar kristen hehehe…..
Alhamdulillah pada 1986 diterima di dua PTN yakni Fak. Syariah IAIN Sunan Kalijogo Yogya dan Fakultas Ekonomi Universitas Jember (Unej). Untuk pilihan jatuh ke Unej karena tempat inilah sesuai harapan Mbah Zaenal yakni jauh dari segalanya walaupun bukan luar Jawa. Satu orangpun tidak ada yang dikenal di Jawa Timur.
Kemudian pada 1989 adik saya Abdul Kholik ke Jember ikut UMPTN, gagal. Setelah ikut bimbingan belajar termasuk bimbingan jualan koran untuk bekal kehidupan sehari-hari tentunya, tahun berikutnya diterima di Fakultas Ekonomi Unej.
Tahun-tahun berikutnya dua keponakan saya gagal masuk Undip Semarang, masa satu tahun digunakan sebaik-baiknya belajar di Jember akhirnya bisa diterima di Akuntansi dan Hukum di Undip sesuai dambaan mereka melalui UMPTN. Istilahnya mereka mengikuti jejak om-omnya nganggur dulu.
Mereka tes di Jember diterima di Semarang, kebalikan saya tes di Semarang diterima di Jember.
Akhirnya jadilah semacam tradisi di keluarga Mbah Zaenal bahwa masuk PTN itu harus mengabdi dulu satu tahun untuk belajar lagi. Masuk perguruan tinggi yang murah biayanya butuh perjuangan dan doa seperti lagu Rhoma Irama ya. Kuliah di swasta mahal mas Bro... kata anak-2 muda dulu. (bersambung)
Dapat juga dilihat di laman facebook kholid ashari