DR. Biyanto menyampaikan nilai-nilai keberagamaan Muhammadiyah yang nantinya menjadi nilai unggul persyarikatan dalam acara Pembinaan Guru dan Karyawan Amal Usaha Muhammadiyah Jember Sabtu (26/8/2017) di SMAM 3 Jember. |
Pembinaan semacam ini diharapkan dapat memperteguh nilai-nilai keberagamaan guru dan karyawan serta segenap 'stakeholder' yang ada di dalamnya agar menjadikan Amal Usaha yang unggul. “Muhammadiyah memiliki nilai-nilai keberagamaan yang diakui oleh pihak lain, sehingga menjadikan itu nilai unggul tersendiri bagi Persyarikatan,” ungkap Dr. Biyanto.
Adapun 13 nilai unggul Persyarikatan Muhammadiyah yang telah diakui oleh banyak kalangan itu, antara lain:
Pertama,
Muhammadiyah bersifat egalitarianisme. Menurut Dr. Biyanto, di dalam Muhammadiyah tidak dikenal kalangan darah biru, baik itu pimpinan hingga anggotanya. Sehingga prinsip kesetaraan itu bisa terjaga.
Kedua,
Muhammadiyah tidak mengenal kultus individu. Hal ini dibuktikan tokoh pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan memiliki makam sederhana yang bahkan mungkin warga Muhammadiyah belum pernah mengunjunginya atau bahkan tidak tahu lokasinya dimana.
Ketiga,
Disiplin. Mengenai kedisiplinan ini, Dr. Biyanto menyatakan bahwa secara organisatoris selepas Muktamar akan diikuti, Musywil, kemudian Musyda, Musycab dan Musran, dimana tidak pernah terjadi kebalikannya. Pergantian pimpinan internal Muhammadiyah pun juga berdasarkan peraturan yang membuktikan bahwa Muhammadiyah itu disiplin waktu (punctuality).
Keempat,
Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi terpercaya dalam menjaga amanah umat. Selain itu juga secara periodik memberikan laporan pengelolaan keuangan pada organisasi serta publik. Bahkan, kita sering mendengar guyonan bahwa setiap ada 3-4 orang Muhammadiyah berkumpul, maka sesegara mungkin akan berdiri sekolah, klinik, rumah sakit, masjid, serta amal usaha lain yang memberi kemanfaatan pada umat.
Kelima,
Muhammadiyah memiliki struktur yang tidak ada 'strict hierarchy'. Muhammadiyah memiliki struktur organisasi serta jenjang kepemimpinan yang tidak kaku, bahkan terkesan sangat cair dan longgar.
Keenam,
Muhammadiyah dikenal dengan kepemimpinan kolektif kolegial. Dalam rangkaian Muktamar, Musywil, Musyda, Musycab serta Musyran, tata cara pelaksanaan pemilihan menggunakan pemilihan formatur, dimana formatur itulah yang nantinya akan memilih pemimpin. Konsep ini mulai diadopsi oleh organisasi di luar Muhammadiyah, karena proses ini meminimalisir terjadinya konflik.
Ketujuh,
Mitos kerja Muhammadiyah oleh beberapa pengamat disebut sebagai mitos kerja Calvinis. Dimana sifat seorang Muhammadiyah itu sederhana, bersahaja, suka menabung dan bekerja sebagai panggilan. Di Amal Usaha Muhammadiyah, semua orang yang ada di dalamnya harus menata niat, sehingga mendapat gaji (ujrah) dan pahala (ajrun) secara bersamaan.
Kedelapan,
Muhammadiyah berusaha mentradisikan bahwa yang kaya itu adalah organisasi bukan individunya dan karena itu ada yang namanya etika organisasi. Untuk menjaga hal itu, maka semua aset Muhammadiyah diatasnamakan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bukan atas nama yayasan atau bahkan perseorangan. Karena kerapihan administrasi, tata kelola serta besarnya kepemilikan aset Muhammadiyah, Mitsuo Nakamura bahkan menyebut "Muhammadiyah the biggest modern Islamic organization."
Kesembilan,
Persyarikatan dan warga Muhammadiyah dikenal sedikit bicara dan banyak bekerja. Pepatah arab mengatakan "khairu al-kalam ma qalla wa dalla," sebaik-baik perkataan itu ialah yang sedikit dan memberi penjelasannya/jelas.
Kesepuluh,
Muhammadiyah memiliki etos amal shalih, pemurah dan dermawan, cinta sesama, filantropisme, voluntarisme, gerakan etik, serta menjaga jarak dengan politik praktis. Kebiasaan dan etos demikian seringkali dalam istilah Jawa disebut "wong Muhammadiyah kuwi nyah-nyoh," mudah memberi.
Kesebelas,
Muhammadiyah memiliki sifat percaya diri dan mandiri. Muhammadiyah meneguhkan diri sebagai organisasi mandiri dan tidak bergantung dengan adanya pihak lain. Pihak lain menjadi mitra yang saling melengkapi, tetapi kemajuan organisasi sepenuhnya tanggung jawab pribadi.
Keduabelas,
Muhammadiyah memiliki sifat kritis serta berani mempertanyakan hal-hal mapan di masyarakat seperti arah kiblat. Akan tetapi sifat kritis dan berani itu merupakan hal konstruktif dan bukannya untuk mencari kesalahan apalagi menjatuhkan.
Ketigabelas,
Muhammadiyah berusaha dan selalu menjadi pelopor kemajuan umat. Hal ini dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang tercantum dalam Anggaran Dasar yaitu menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Melalui nilai-nilai keberagamaan yang unggul inilah diharapkan mampu melahirkan pribadi warga persyarikatan yang unggul dimana pada akhirnya, Muhammadiyah secara kelembagaan juga akan menjagi gerakan yang unggul serta senantiasa menebar manfaat. ● maghfur