Selamat Datang di Laman JemberMu.com - Portal Resmi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kab. Jember

BERHAJI BERSAMA SUAMI-ISTRI BISA MENJADI UJIAN IBADAH HAJI

 

Sebuah keniscayaan setiap orang memiliki tingkat pemahaman Agama dan keinginan untuk mengamalkannya,  dalam hal ini adalah beribadah haji, tidak terkecuali  pasangan suami dan istri. Pasangan suami istri memiliki pemahaman dan keinginan untuk melaksanakan ibadah haji yang benar- benar sama atau paling tidak hampir sama antara suami-istri. Kondisi itu tentu akan menjadi ujian bagi  masing-masing dari suami atau istri tersebut, ditambah dengan sifat dan tabiat dari masing masing suami atau istri  yang sewaktu waktu spontan muncul dengan sendirinya.

Seorang suami ingin ambil tarwiyah, pasangannya keberatan akhirnya tidak jadi,  kalaupun ambil tarwiyah dilakukan dengan  tidak sepenuh hati, seorang  istri ingin ambil Nafar Tsani, pasangannya keberatan akhirnya tidak ambil, kalaupun ambil Nafar Tsani dilakukan dengan tidak sepenuh hati. Seorang suami ingin sebanyak - banyaknya sholat di Masjidil harom, karena pasangannya keberatan, beralasan  capek atau males akhirnya tidak jadi.

Terlihat juga fenomena, karena berhaji bersama suami istri, waktunya banyak diisi dengan bermesraan, shoping/berbelanja, makan dan lain-lain. Kemesraan-kemesraan itu bagi jamaah haji lain yang berangkat sendirian tanpa suami atau istri apalagi yang masih muda, tentu akan membuat perasaan bagaimana gitu?, tentu itu hanya akan dibatin saja. Memang beribadah HAJI tidak mungkin sepenuhnya waktu digunakan untuk beribadah, manusiawi sekali kalau sebagian waktunya untuk urusan yang lain, belanja misalnya. Yang paling penting adalah proporsional.

Terlihat juga fenomena ketika suami-istri berhaji bersama, egoismenya muncul, ini ada kursi untuk duduk suami atau  istri saya, ini Bad untuk suami atau istri saya. Tentu itu tidak masalah sepanjang kondisi normal, tetapi ketika di sekitar kita ada orang lain yang lebih membutuhkan, misalnya lansia, apakah itu tidak menjadi masalah?

Seorang suami atau istri juga sering atau banyak memiliki perbedaan dalam menggunakan media social. Kegemaran yang berlebihan dalam bermedsos dari salah satu pasangan suami istri dapat menjadi ancaman keikhlasan berhaji kita.

Terlihat juga fenomena iri atau kecemburuan karena melihat pasangan suami istri yang lain melakukan sesuatu hal, seperti makan bersama, shoping bersama, rekreasi bersama bahkan sampai pada nyuci baju bersama, dll


Keuntungan beribadah Haji berpasangan

Namun demikian selain sebagai ujian, berangkat haji bersama suami istri, banyak juga memiliki keuntungan-keuntungan yang tidak akan diperoleh oleh mereka yang berangkat sendirian. Pengalaman spiritual yang besar dalam berhaji akan dirasakan bersama, sehingga akan lebih meningkatkan rasa kasih sayang dan rasa syukur diantara mereka. Rumah tangga semakin terasa  sakinah,  semakin bermakna. Ada ketenangan karena keduanya bisa berhaji berbarengan dibandingkan kalau tidak berbarengan, bisa saling menjaga, saling mengingatkan, saling mengisi dan seterusnya.


Fenomena beribadah Haji.

Ujian kesabaran sebagaimana di pesankan oleh banyak kawan-kawan saat kami berpamitan berangkat ibadah haji, “semoga diberi kesabaran” kini di Mekkah betul-betul terbukti. Misalnya berupa kata-kata atau kalimat dari sesama jamaah haji, diantaranya,  kalau bertemu teman sesama jamaah. Pertanyaan pertama yang diajukan adalah "sudah umroh berapa kali??? Sedangkan beliau langsung menjawab saya sudah 8x”.  Saat saya tanya berapa kali panjenengan sholat di Masjidil haram??? Jawabnya “sholat jamaah di hotel sama dengan di Masjidil haram”.

Sebelum Arofah pun ada komentar, “Kok berani-beraninya melakukan Tarwiyah yang sangat beresiko, berani mempertaruhkan yang wajib di Arofah, bok ya ngikut pemerintah, nggak usah neko-neko”.  Saat kami putuskan Nafar Tsani, juga demikian, ada komentar di sini tidak ada petugas Indonesia yang Nafar Tsani jadi mohon ditanggung sendiri jika ada kesulitan di Nafar Tsani. Di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan  Mina) juga demikian menguras emosi dan butuh kesabaran kekuatan Fisik dan Rohani tingkat tinggi.


Di tulis oleh Ibu Hj. Susi Wahyuning Asih 

(Jamaah haji KBIHU AR-RAUDHAH PDM Jember 1444 H)